Stukturalisme
Dan Pasca Strukturalisme Dalam Kacamata Semiotika dan dinamika Sosial Budaya
Oleh:
Muh. Zulfadli
Sebelum
melangkah lebih jauh membahas tentang strukturalisme, terlebih dahulu
pembaca harus pahami seperti apa strukturalisme itu? Didalam buku yang berjudul Semiotika dan dinamika social
budaya ditulis oleh Benny H. Hoed, dikatakan
bahwa strukturalisme berasal dari kata struktur yaitu sebuah bangunan abstrak yang
terdiri atas sejumlah komponen yang mempunyai relasi satu sama lain dalam susunan yang tertentu.
Struktur melihat kebudayaaan sebagai suatu tekstur dan abstrak yaitu berbagai
realitas sebenarnya dapat dilihat dari strukturnya. Teori struktur bersifat
idealistik sangat mendominasi tidak hanya dalam ilmu pengetahuan sosial dan
budaya tetapi juga mencakup ilmu pengetahuan alam. Ada tiga sifat utama struktur pertama
merupakan suatu totalitas maksutnya ia terbentuk dari sejumlah struktur yang
lebih kecil yang berkaitan satu sama lain dengan seluruhnya membentuk suatu
totalitas dalam struktur yang lebih besar. kedua
dapat bertransformasi, Struktur merupakan sesuatu yang dapat bertransformasi
karena konsep struktur bukan hanya terstruktur tetapi menstruktur. Jadi
berkembangnya sebuah struktur diakibatkan oleh pengaruh dalam dan luarnya. Hal
ini depengaruhi karna adanya relasi atau jaringan yang saling berkaitan satu
sama lain untuk membuntuk system yang lebih besar. ketiga dapat mengatur
dirinya sendiri ketika terjadinya perubahan pada bagian-bagian susunan-nya.
Berkenan dengan tiga prinsip dasar
strukturalisme diatas pada pagagraf ini mencoba untuk menguraikan prinsip dasar
strukturalisme dan kaidah kaidah analisis structural. Adapun prinsip dasar
strukturalisme yang dimaksutkan pertama, struktur dan system selalu hadir
bersama. Kedua, struktur dan system
bersifat abstrak dalam kognisi manusia. Ketiga,
struktur dan system merupakan satuan yang tertutup dan memenuhi dirinya
sendiri. Sedangkan kaidah analisis struktur-nya ialah pertama, kaidah imanensi. Kedua,
kaidah pertinensi. Ketiga, kaidah
komutasi. keempat, kaidah
kompabilitas. Kelima, kaidah
intergrasi. keenam, kaidah diakronis.
ketujuh, kaidah fungsi. Tujuh kaidah
diatas merupakan sebuah ciri dari analisis structural.
strukturalisme
lahir dari pemikiran de Saussure melalui kuliahnya di universitas swiss.
Ditahun 60-an kata struktur dalam tiga karya de Saussure tidak terbilang popular
dimasa itu strukturalisme menjadi semacam wordview. bahwa disetiap realitas
yang ditemui manusia ada struktur dan system. Tahun 1967-1968 merupakan masa
perluasan penyebaaran-nya di eropa melalui sebuah buku yang diterbitkan yaitu le strukturalisme karangan Jean Peget yang merupakan guru besar
pisikologi di Universitas Jenewa (1929-1954) yang merupakan sebuah lembaga
tempat bapak strukturalisme Ferdinand de Saussure pendahulu peget. Selain itu
de Saussure pernah mengajar sebagai guru besar liguistik. Di eropa
strukturalisme tidak hanya berkembang pada bidang ilmu liguistik tetapi mencakup
bidang-bidang ilmu lain seperti sastra, sejarah, arsitektur, pisikologi,
biologi, fisika, botani, ekonomi dan manajemen. Sebenarnya strukturalisme tidak hanya sebagai sebuah
metode, tetapi juga sebuah gerakan intelektual yang datang untuk mengambil alas
eksistensialisme di Perancis tahun 1960-an.
Strukturalisme muncul sekitar paruh kedua
abad ke-20 dan berkembang menjadi salah satu pendekatan yang paling populer di bidang
akademik berkaitan dengan analisis bahasa, budaya, dan masyarakat.
Aktivitas Ferdinand de Saussure yang menggeluti bidang linguistik inilah
yang dianggap sebagai titik awal dari strukturalisme. Istilah
Strukturalisme itu sendiri muncul dalam karya-karya antropolog Perancis Claude
Lévi-Strauss, yang menyebabkan gerakan strukturalis di Perancis. Hal ini pula
yang mendorong para pemikir seperti Louis Althusser, psikoanalis Jacques Lacan,
serta Nicos Poulantzas untuk mengembangkannya sebagai Marxisme struktural. Sebagian
besar anggota aliran strukturalisme ini tidak menggambarkan diri sebagai bagian
dari setiap gerakan tersebut. Strukturalisme berkaitan erat dengan
semiotika. Tidak lama kemudian, aliran baru post strukturalisme muncul dan
mencoba untuk membedakan diri dari aliran struktural. Dengan cara memunculkan
hal-hal yang kontradiktiv (dekonstruksi), para pengikut aliran ini berusaha
untuk menjauhkan diri dari pikiran stukturalis. Beberapa kaum intelektual
seperti Julia Kristeva, mengambil strukturalisme (dan formalisme Rusia) untuk
titik awal kiprahnya yang kemudian menjadikannya menonjol sebagai salah satu
tokoh post strukturalis. Strukturalisme memiliki berbagai tingkat pengaruh
dalam ilmu sosial, dan pengaruh sangat kuat dapat terlihat di bidang sosiologi.
Dalam perkembangan dari pemikiranya
maka de saussura mencoba untuk memperkenalkan empat konsep yang masing-masing
terdiri dari dua kelompok yang saling bertentangan yaitu pertama, langue vs. parole merupakan sebuah konsep yang membentuk
sebuah struktur budaya bahasa yang kemudian menjadi acuan bagi teori
strukturalisme dalam memahami gejala social budaya dan alam. Kedua, sintakmatik vs. paragmatik yaitu
sebuah konsep menyangkut sifat hubungan antar komponen dalam struktur dan
sistem ketiga, sinkroni vs. diakroni, memeandang suatu gejala kebahasaan
pada lapisan waktu tertentu dengan melihat suatu lapisan waktu kelapisan waktu
lainya. Keempat, significant vs.
signifie. Bahwa bahasa terdiri atas sejumlah tanda yang terdapat dalam suatu
jaringan system dan dapat disususn dalam sejumlah struktur setiap tanda dalam
system memiliki dua sisi yang tak terpisahkan seperti dua halaman dalam selembar
kertas.
Post-strukturalisme
adalah sebutan kepada sekian banyak kaum intelektual Perancis yang
terkenal sekitar tahun 1960-an sampai dengan 1970-an, yang menkritisi analisa
struturalis yang mendominasi Perancis pada saat itu. Tokoh - tokohnya antara
lain Jacques Derrida, Michel Foucault, Gilles Deleuze, Judith Butler dan Julia Kristeva. Sebagaimana istilahnya
post-sturkturalisme adalah bentuk perlawanan pada Strukturalisme. Beberapa diantaranya
berpendapat bahwa istilah "post-strukturalisme" muncul
diAnglo-Amerika sebagai alat pengelompokan bersama filsuf yang menolak metode
dan asumsi - asumsi filsafat analitis. Meskipun ide - ide tersebut umumnya
hanya berhubungan dengan metafisik (misalnya, metanarasi kemajuan sejarah,
seperti orang - orang dari materialisme dialektik), banyak komentator
mengkritik gerakan ini sebagai relativis dan nihilis.
Gerakan
pasca-strukturalis sulit untuk diringkas, tetapi mungkin secara luas dipahami
sebagai respon tubuh berbeda untuk Strukturalisme. Sebuah gerakan intelektual
yang dikembangkan di Eropa dari awal hingga pertengahan abad ke-20,
Strukturalisme berpendapat bahwa budaya manusia dapat dipahami dengan cara
struktur - model pada bahasa (linguistik struktural) yang berbeda baik dari
organisasi realitas dan organisasi ide dan imajinasi. Sifat yang tepat dari
revisi atau kritik strukturalisme berbeda dengan masing - masing penulis
post-strukturalis, meskipun tema umum termasuk penolakan terhadap swasembada
dari struktur yang strukturalisme berpendapat dan interogasi dari oposisi biner
yang merupakan struktur-struktur.
Dua
tokoh kunci dalam gerakan post-strukturalis awal Jacques Derrida dan
Roland Barthes. Meskipun awalnya Barthes strukturalis, selama tahun
1960-an ia semakin menyukai pandangan post-strukturalis. Pada tahun 1967,
Barthes menerbitkan "The Death of Author" di mana ia mengumumkan
acara metaforis: "kematian" dari penulis sebagai sumber otentik makna
untuk teks yang diberikan. Barthes berpendapat bahwa setiap teks sastra
memiliki banyak arti, dan bahwa penulis bukanlah sumber utama isi semantik
atas karya tersebut. The "Kematian Pengarang," yang dipertahankan
Barthes, "Kelahiran Pembaca," adalah sebagai sumber proliferasi makna
dari teks.
struktrualisme melihat struktur sebagi
sesuatu yang order dan stabil serta memiliki fungsi membentuk fenomena sosial.
Pada perkembangan selanjutnya pemikiran ini dikritik karena adanya fakta-fakta
yang melihat bahwa struktur merupakan sesuatu yang dinamis dan tidak stabil.
Salah satu tokoh yang muncul mengeritik hal tersebut adalah Michel Foucault.
Dalam hal ini, ia melihat bahwa dalam setiap layer atau konteks ruang dan waktu
ada kekuasaan yang mendominasi pengetahuan dan berdampak kepada realitas sosial
empirik. Sehingga diperlukan upaya mengungkap kebenaran tentang situasi yang
sedang berkembang itu, baik dimasa lalu mapun di masa kini, itulah yang menurut
Foucalut disebut dengan ‘diskursus’. Untuk membahas mengenai struktur tersebut,
Ia membaginya menjadi dua level; arkeologi pengenatahuan dan geanologi
kekuasaan.
Dalam arkeologi pengetahuan, Foucault
memberikan metode dalam memahami pengetahuan yaitu dengan melalui analisis
diskursus (discourse analyses). . Lewat arkeologi ilmu pengetahuan
inilah, kita akan melihat diskursus secara objektif dan tidak salah dalam
memahami makna dari diskursus tersebut.
Sedangkan dalam genaologi kekuasaan, Foucault
melihat bahwa kuasa (power) sesungguhnya memiliki lintasan sejarah intelektual
yang pada giliranya menentukan diskursus yang ada. Dengan demikian dapatlah
diketahui kuasa yang dominan yang dapat menentukan diskurus di setiap layer
atau konteks ruang dan waktu. Genealogi kekuasaan ini membuktikan bahwa stuktur
pengetahuan yang dipahami oleh masyarakat tidaklah statis dan juga stabil,
namun struktur sesungguhnya dinamis dan sangat tidak stabil.
Di sisi lain, pemikir post-stukturalis lainya
adalah Derrida. Pemikir sosial asa Perancis itu muncul dengan konsep intinya
‘dekonstruksi’. Dalam hal ini Derrida berkontribusi dalam memberikan metode
dekonsrtuksi dalam melihat imagi, simbol, ataupun tanda dan juga institusi sosial
yang ada. Sebagaimana Foucault, Derrida juga berpendapat bahwa stuktur
merupakan hal yang tidak stabil dan teratur. Ia pun menilik perkembangan dunia
teater yang cukup dinamis di Perancis, menurutnya hal ini disebabkan karena
adanya kebebasan sutradara dan penulis skrip untuk berkarya di dunia tersebut.
Begitupun di dalam realitas sosial yang ada, sesungguhnya setiap individu
merupakan ‘penulis yang bebas’ bebas berkreasi dan berinovasi untuk membentuk
dunia sosialnya. Dengan demikian, maka masa depan haruslah ditemukan dan itu
merupakan proses yang kontinyu untuk menjadi, bukan sebagai refleksi statis
atas masa lalu yang memperlihatkan kebekuan dan kekolotan.
Berdasarkan
namanya, post-strukturalisme dibangun diatas gagasan strukturalisme, namun
bergerak keluar dan menciptakan mode berpikirnya sendiri. Strukturalisme
dipengaruhi oleh ilmu bahasa, bahwa bahasa sebagai simbol dapat menciptakan
makna yang berlaku secara universal, sedangkan pos-strukturalisme tidak melihat
adanya kestabilan dan universalitas makna dalam bahasa. Bahkan Derrida berupaya
untuk melakukan “dekonstruksi logosentrisme”. Dia ingin melihat masyarakat
terbebas dari gagasan semua penguasa intelektual yang telah menciptakan
pemikiran dominan. Sedangkan Foucoult mengemukakan pandangannya tentang
pengetahuan/kekuasaan. Pengetahuan dan kekuasaan saling berkaitan. Bahwa orang
yang memiliki pengetahuan maka dia yang akan berkuasa.
Jadi intinya bahwa Post-strukturalisme
mengandung pengertian kritik maupun penyerapan. Menyerap berbagai aspek linguistik
struktural sambil menjadikannya sebagai kritik yang dianggap mampu melampaui
strukturalisme. Sigkatnya, post-strukturalisme menolak ide tentang struktur
stabil yang melandasi makna melalui pasanan biner (hitam-putih, baik-buruk).
Makna adalah sesuatu yang tidak stabil, yang selelu tergelincir dalam
prosesnya, tidak hanya dibatasi pada kata, kalimat atau teks tertentuyang
bersifat tunggal, namun hasil hubungan antar teks. Sama seperti pendahulunya,
bersifat antihumanis dalam upayanya meminggirkan subjek manusia yang terpadu
dan koheren sebagai asal muasal makna stabil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar